UY0EvzZgeEEo4KiQ1NIivy9VYY1PQHFF9n6p7Enr
Bookmark

Sanggah Kamulan: Tempat Pemujaan Asal dan Leluhur dalam Kepercayaan Agama Bali

Sanggah Kamulan: Tempat Pemujaan Asal dan Leluhur dalam Kepercayaan Agama Bali
Secara etimologi, kata "Sanggah Kamulan" terdiri dari dua kata, yaitu "Sanggah" dan "Kamulan". "Sanggah" merupakan perubahan dari kata "sanggar", yang dalam lontar keagamaan di Bali berarti tempat memuja. Contohnya, dalam lontar Sivagama disebutkan "nista sapuluhing saduluk sanggar pratiwi wangun" (Rontal Sivagama, lembar 328). Di sisi lain, "Kamulan" berasal dari kata "mula" (bahasa Sanskerta) yang berarti akar, umbi, dasar, permulaan, atau asal. Awalan "ka-" dan akhiran "-an" menunjukkan tempat pemujaan asal atau sumber. Jadi, Sanggah Kamulan adalah tempat pemujaan asal atau sumber, di mana Hyang Kamulan atau Hyang Kamimitan dipuja.

Kata "Kamimitan" berasal dari "kawa Wit", huruf "m" merupakan sekeluarga huruf "W". "Kamimitan" adalah variasi ucapan dari kata "kawiwitan", yang juga berasal dari "wit" yang berarti asal atau sumber (Wikarman, 1998: 2). Dengan pemahaman ini, kita dapat menyimpulkan bahwa yang dipuja di Sanggah Kamulan adalah sumber atau asal dari manusia itu sendiri.

Lalu, muncul pertanyaan, siapakah yang dimaksud dengan Hyang Kamulan atau kawitan yang menjadi asal dari manusia? Ini perlu kita telaah lebih mendalam dalam uraian berikutnya. Sebelumnya, mari kita ungkapkan dasar hukum dari pendirian Sanggah Kamulan. Dalam lontar Sivagama, kita temukan uraian tentang pendirian Hyang Kamulan sebagai berikut:

"Bhagawan Manohari, pengikut Siva, disuruh oleh Sri Gondarapati, untuk membangun Sad Khayangan Kecil, baik yang kecil maupun yang besar. Ini merupakan beban kewajiban bagi semua orang. Selain itu, sekelompok orang dari empat puluh keluarga harus membangun panti. Bagian dari itu, yaitu dua puluh keluarga, harus membangun ibu (Sanggah). Kecilnya, sepuluh keluarga, harus membangun pratiwi (tempat pemujaan), dan satu-satunya kamulan harus dibangun di masing-masing pekarangan" (Rontal Sivagama, lembar 1).

Dari kutipan di atas, jelaslah bahwa setiap keluarga yang menempati sebuah karang (lingkungan perumahan) wajib membangun Sanggah Kamulan. Lontar Sivagama menjadi dasar hukum bagi pendirian Sanggah Kamulan dan ajaran Siva yang terkandung dalam lontar tersebut wajib diikuti oleh para pengikutnya.

Sanggah Kamulan juga berkaitan dengan konsep Sanghyang Triatma yang terdiri dari Paratma (diidentikkan sebagai ayah atau purusa), Sivatma (diidentikkan sebagai ibu atau predana), dan Atma (diidentikkan sebagai diri sendiri atau roh individu). Sanghyang Triatma atau Hyang Tunggal/Hyang Tuduh dipercaya sebagai pencipta (upti) manusia.

Dalam lontar Usana Dewa, disebutkan:

"Pada Sanggah Kamulan beliau bergelar Sang Hyang Atma, pada ruang kamulan di sebelah kanan ayah, namanya Sang Hyang Paratma. Pada ruang kamulan di sebelah kiri ibu, disebut Sivatma. Pada ruang kamulan bagian tengah, beliau menyatu menjadi Sanghyang Tunggal menyatukan wujud" (Rontal Usana Dewa, lembar 4).

Demikian juga, dalam lontar Gong Wesi, terdapat kutipan yang hampir sama:

"Beliau bergelar Sang Atma, pada ruang kamulan di sebelah kanan bapakmu, yaitu Sang Paratma, pada ruang kamulan di sebelah kiri ibumu, yaitu Sang Sivatma, pada ruang kamulan di bagian tengah adalah menyatu menjadi Sanghyang Tunggal menyatukan wujud" (Rontal Gong Wesi, lembar 4b).

Dari dua kutipan lontar di atas, jelaslah bahwa Sanghyang Triatma adalah yang bersthana (bertempat) pada Sanggah Kamulan, yang mencakup Paratma sebagai ayah, Sivatma sebagai ibu, dan Atma sebagai diri sendiri.

Sanggah Kamulan juga memuliakan roh suci leluhur yang dalam bahasa Bali halus disebut "jatma". Jatma berarti roh yang lahir, yang menandakan manusia ada karena adanya atma yang lahir. Roh suci leluhur ini disebut juga "Dewapitara". Dalam lontar Purwa Bhumi Kamulan, disebutkan:

"Roh suci yang telah disucikan, yang disebut Dewapitara, juga ditempatkan di Sanggah Kamulan. Roh suci lelaki ditempatkan di sebelah kanan, sementara roh suci perempuan ditempatkan di sebelah kiri, dan mereka menyatu dengan leluhurnya terdahulu" (Purwa Bhumi Kamulan, lembar).

Dalam lontar Tattwa Kapatian, disebutkan bahwa Sanghyang Atma (roh) setelah mengalami proses upacara akan bersthana di Sanggah Kamulan sesuai dengan tingkat kesuciannya. Bahkan atma yang belum sepenuhnya suci setelah upacara sementara (ngurug) pun dapat ditempatkan di Sanggah Kamulan hingga tingkat "batur kamulan" (Tattwa Kapatian, 1a. 1b).

Dengan kutipan-kutipan di atas, jelaslah bahwa Hyang Kamulan yang dipuja di Sanggah Kamulan adalah roh suci leluhur, seperti Dewapitara. 
Posting Komentar

Posting Komentar